Jumat, 21 Oktober 2011

ISD bagian dari MKDU

Isd bagian dari MKDU

Tegasnya ilmu sosial dasar adalah usaha yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk menkaji gejala-gejala sosial agar daya tanggap, persepsi , dan penalaran mahaiswa dalam menghadapi lingkungan sosialna dapat ditingkatkan sehingga kepekaan mahasiswa pada lingkugnan sosialnya dapaat menjadi lebih besar.
Sebagai salah satu mata kuliah umum, ISD bertujuan membantu kepekaan wawasan pemikiran dan kepribadian mahasiswa agar memperoleh wawasan pemikiran yang lebih luas, dan cirri-cri kepribadian yang diharapkan dari setiap anggota golongan terpelajar Indonesia, khususnya berkenaan dengan sikap an tingkah laku manusia dalam menghadapi manusia-manusia lainnya, serta sikap dan tingkah laku manusia dalam menghadapi manusia lain terhadap manusia yang bersangkutan.
Ilmu pengetahuan dikelompokkan dalam 3 kelompok besar yaitu :
1. Ilmu-ilmu Alamiah ( natural scince ). Ilmu-ilmu alamiah bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam semesta. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah. Caranya ialah dengan menentukan hokum yang berlaku mengenai keteraturan-keteraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan suatu kualitas. Hasil analisis ini kemudian digeneralisasikan. Atas dasar ini lalu dibuat prediksi. Hasil penelitian 100 5 benar dan 100 5 salah
2. Ilmu-ilmu sosial ( social scince ) . ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk mengkaji keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam hubungan antara manusia. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu-ilmu alamiah. Tapi hasil penelitiannya tidak 100 5 benar, hanya mendekati kebenaran. Sebabnya ialah keteraturan dalam hubungan antara manusia initidak dapat berubah dari saat ke saat.
3. Pengetahuan budaya ( the humanities ) bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan-kenyataan yang bersifat manusiawi. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode pengungkapan peristiwa-peristiwa dan kenyataan-kenyataan yang bersifat unik, kemudian diberi arti.

Kehidupan manusia sebagai mahluk sosial selalu dihadapkan kepada masalah sosial yang tdak dapat dipisahkan dalah kehudupan. Masalah sosial ini timbul sebagai akibat dari hubungannya dengan sesame manusia lainnya dan akibat tingkah lakunya.masalah sosial ini idaklah sama antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya karena adanya perbedaan dalam tingkat perkembangan kebudayaannya, serta sifat kependudukannya, dan keadaan lingkungan alamnya.
Yang membedakan masalah sosial dengan masalah lainnya adalah bahwa maalah sosial selalu ada kaitannya yang dekat denan nailai-nilai moral dan pranata-pranata sosial, serta ada kaitannya dengan hubungan-hubungan manusia itu terwujud. Pengertian masalah sosial memiliki dua pendefinisian: pertama pendefinisian menurut umum, kedua menurut para ahli. Menurut umum atau warga masyarakat, segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umum adalah masalah sosial. Menurut par aahli, masalah sosial adalah suatu kondisi atau perkembangan yang terwujud dalam masyarakat yang berdasarkan atas studi, mempunyai sifat yang dapat menimbulkan kekecauan terhadap kehidupan warga masyarakat secara keseluruhan..

Warga Negara dan Negara

Prof. Soetandyo Wignjosoebroto, MPA.
HUBUNGAN NEGARA DAN MASYARAKAT DALAM
KONTEKS HAK-HAK ASASI MANUSIA: SEBUAH TINJAUAN
HISTORIK DARI PERSPEKTIF RELATIVISME BUDAYA POLITIK
Oleh: Prof. Soetandyo Wignjosoebroto, MPA.
Membicarakan hubungan antara negara dan masyarakat pada hakikatnya adalah
membicarakan suatu hubungan kekuasaan, ialah antara yang berkekuasaan dan yang
dikuasai. Dalam banyak pembicaraan, 'negara' - yang terpersonifikasi dalam rupa para
pejabat penyelenggara kekuasaan negara, baik yang berkedudukan dalam jajaran yang
sipil maupun yang militer - itulah yang sering diidentiflkasi sebagai sang penguasa.
Sementara itu, yang seringkali hendak diidentifikasi sebagai pihak yang dikuasai tidaklah
lain daripada si 'masyarakat', atau tepatnya para 'warga masyarakat' (yang dalam banyak
perbincangan sehari-hari disebut 'rakyat').
Mengkonsepkan negara casu quo para pejabatnya sebagai pihak yang
berkekuasaan, dan mengkonsepkan warga masyarakat sebagai pihak yang berstatus
dikuasai, memang tak dapat disalahkan begitu saja. Berabad-abad lamanya di manapun
di seantero bumi ini kenyataan sejarah memang tersimak dan tercatat seperti itu. Dalam
konsepnya yang klasik, para penguasa selalu mengklaim dirinya sebagai makhlukmakhluk
khusus yang memperoleh kekuasaannya dari sumber-sumber kekuasaan yang
supranatural. Akan tetapi perubahan konsep yang berlangsung sepanjang sejarah
perkembangan pemikiran dan praktik politik di negeri-negeri Barat (tepatnya 'negeri-negeri
yang dulu terbilang kawasan Katolik Barat'), berhasil membalikkan konsep itu.
Sudah pada pada awal abad 19, ialah seusainya perang-perang Eropa yang
dikobarkan oleh Napoleon pada peralihan abad, di negeli-negeri Barat - yang kemudian
disusul juga di negeri-negeri koloninya - konsep baru tentang hubungan kekuasaan antara
(para pejabat) negara dan (warga) masyarakatnya mulai dicoba dipraktikkan. Inilah
konsep baru dalam budaya politik yang dikenal atau diperkenalkan kembali - di Amerika
dan Perancis, ialah demokrasi yang bertandem dengan konsep komplementernya tentang
eksistensi kodrati manusia sebagai penyandang hak-hak yang paling asasi. Hak-hak
asasi ini dipahamkan sebagai seperangkat hak yang melekat secara kodrati pada diri
setiap makhluk yang bersosok manusia, dan a contrario bukan sekali-kali berasal dari
pemberian para penguasa manapun.
Konsep demokrasi - yang secara harafiah bermakna bahwa rakyat (demos) itulah
yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi (kratein) berkonsekuensi logis pada
konsep bahwa sejak dalam statusnya yang di dalam kodrati, sampaipun ke statusnya
sebagai warga negara, manusia-manusia itu memiliki hak-hak yang karena sifatnya yang
asasi tidak akan mungkin diambil alih, diingkari dan/atau dilanggar (inalienable,
inderogable, inviolable) oleh siapapun yang tengah berkuasa. Bahkan, para penguasa
itulah yang harus dipandang sebagai pejabat-pejabat yang memperoleh kekuasaannya
yang sah karena mandat para warga negara melalui suatu kontrak publik, suatu perjanjian
luhur bangsa yang seluruh substansi kontraktualnya akan diwujudkan dalam bentuk
konstitusi.
Dalam kehidupan bernegara dan berbangsa yang modern, tak pelak lagi yang
umumnya hendak diturut di dalam ihwal hubungan kekuasaan antara negara dan
masyarakat bukan lagi model klasik-otokratik (yang nyatanya telah kian kehilangan
kepopulerannya) itu. Alih-alih, sepanjang sejarah dalam dua abad terakhir ini hubungan
itu kian digeserkan ke model yang demokratik, dengan keyakinan bahwa bukan
kekuasaan negara itu yang bersifat kodrati, melainkan hak-hak manusia individual warga
negara itulah yang asasi dan asali. Adalah proposisi paradigmatic model demokratik ini
bahwasanya seluruh kekuasaan para pejabat negara itu adalah dan hanyalah derivat saja
dari hak-hak asasi manusia warganya, yang oleh sebab itu haruslah diterima sebagai
sesuatu yang limitatif sifatnya.
Hak-Hak Asasi Manusia (HAM): Sebuah Konsep Sine Qua Non Tentang Hak-Hak
Rakyat Dalam Kehidupan Bernegara Yang Demokratik
Hak-hak asasi manusia (HAM) - atau sebenarnya tepatnya harus disebut dengan
istilah 'hak-hak manusia' (human rights) begitu saja - adalah hak-hak yang (seharusnya)
diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakikat dan
kodrat kelahiran manusia itu sebagai manusia. Dikatakan 'universal' karena hak-hak ini
dinyatakan sebagai bagian dari kemanusiaan setiap sosok manusia, tak peduli apapun
warna kulitnya, jenis kelaminnya, usianya, latar belakang kultural dan pula agama atau
kepercayaan spiritualitasnya. Sementara itu dikatakan 'melekat' atau 'inheren' karena hakhak
itu dimiliki siapapun yang manusia berkat kodrat kelahirannya sebagai manusia dan
bukan karena pemberian oleh suatu organisasi kekuasaan manapun. Karena dikatakan
'melekat' itu pulalah maka pada dasarnya hak-hak ini tidak boleh dirampas atau dicabut.
Pengakuan atas adanya hak-hak manusia yang asasi memberikan jaminan -
secara moral maupun demi hukum - kepada setiap manusia untuk menikmati kebebasan
dari segala bentuk perhambaan, penindasan, perampasan, penganiayaan atau perlakuan
apapun lainnya yang menyebabkan manusia itu tak dapat hidup secara layak sebagai
manusia yang dimuliakan Allah. Berabad-abad lamanya manusia dalam jumlah massal
hidup dalam keadaan tak diakui hak-haknya yang asasi demikian itu. Jutaan manusia
dalam sejarah hidup dalam kedudukannya yang rendah sebagai ulur-ulur atau hambahamba.
Banyak pula yang bahkan harus hidup sebagai budak-budak tawanan yang dapat
diperjualbelikan oleh "para Gusti" yang mengklaim kekuasaannya sebagai kekuasaan
yang berlegitimasi supranatural. Dalam keadaan seperti itu, berabad-abad lamanya
manusia dalam jumlah massal harus hidup dalam kondisi yang amat tak bermartabat, tak
mempunyai harta milik sebagai bekal hidup yang layak, dan bahkan tidak memiliki diri dan
kepribadiannya sendiri.

Pendidikan Masyarakat dan Kebudayaan

Manusia dan Pendidikan

Hakikat Manusia
• Manusia sebagai mahluk yang tertinggi derajatnya dibandingkan dengan semua mahluk ciptaan Tuhan.
• Namun manusia akan menjadi manusia seutuhnya jika ia hidup dan diasuh dengan cara manusia. Contoh: cerita Kama dan Kamala, mahluk manusia serigala.
• Manusia dapat disebut sebagai mahluk pembelajar. Dengan otaknya, manusia mengembangkan dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Hasil karya manusia selalu berubah dan berkembang dari zaman ke zaman. Bedakan sarang burung dan rumah manusia. Bandingkan antara tangga rumah panggung di Kalimantan dengan eskalator atau lift di gedung bertingkat di kota-kota besar.

Kehidupan dan Pendidikan

Kehidupan pada hakikatnya sebagai proses pendidikan yang sebenarnya (the true educational process). Education is not preparation for life; education is life itself. Pendidikan bukanlah persiapan untuk kehidupan; pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Demikian John Dewey berpesan kepada kita.

• Proses pendidikan telah membentuk manusia secara individual. Proses pendidikan pulalah yang telah membentuk manusia sebagai komunitas, atau bahkan sebagai bangsa dan negara. Kita dapat belajar dari sejarah kehidupan suatu bangsa, katakanlah bangsa Jepang, yang melatarbelakangi manusia yang bagaimana yang telah dihasilkan. Ternyata, kemajuan suatu bangsa tidak ditentukan oleh melimpahnya kekayaan alamnya, tetapi oleh kegigihan bangsa itu dalam perjuangan hidupnya.
• Manusia memang unik. Manusia yang berhasil karena tempaan kesulitan hidupnya. Tempaan hidup dapat berupa pengalaman, bahkan berupa cobaan hidup yang menderanya. Mereka yang tahan terhadap tempaan hidup ini akhirnya akan membentuk diri manusia yang sesungguhnya.
• Ada beberapa contoh bahwa kehidupan sebagai proses pendidikan. Bacalah biografi beberapa orang penting. Misalnya ”who’s who”, biografi para presiden, biografi para tokoh, biografi pada penemu, dan sebagainya. Tuliskan kembali apa yang telah Anda baca.
• Silahkan membuka lampiran 1: power point tentang refleksi dan tindakan.

Pendidikan dan Kebudayaan




Pendidikan merupakan proses transformasi budaya. Pendidikan merupakan proses pewarisan budaya, dan sekaligus pengembangan budaya. Education enables people and societies to be what they can be. Pendidikan membuat manusia dan masyarakat menjadi apa yang mereka inginkan. Demikian Bill Richardson berpesan kepada kita.
• Untuk mewariskan budaya tersebut, proses pendidikan dilakukan melalui tiga upaya yang saling kait mengait, yaitu: (1) pembiasaan (habit formation), (2) proses pengajaran dan pembelajaran (teaching and learning process), dan (3) keteladanan (role model). Secara lebih lengkap, bacalah tulisan Fuad Hassan, mantan Mendikbud, dalam buku referensi Pendidikan Manusia Indonesia (Widiastono, 2004: 52).
• Immanuel Kant menyebutkan bahwa manusia merupakan animal educancum dan animal educandus, mahluk yang dapat dididik dan dapat mendidik. Oleh karena itu, maka sama sekali tidak benar jika ada pernyataan yang menyatakan bahwa “anak itu tidak dapat dididik”. Tidak! Proses dan metode yang digunakanlah yang kemungkan tidak tepat digunakan. Justru anak manusia akan menjadi manusia jika melalui proses pendidikan, melalui ketiga upaya tersebut.
• Manusia adalah pengemban budaya (culture bearer), dan dia akan mewariskan kebudayaannya tersebut kepada keturunannya. Proses pendidikan tidak lain merupakan proses transformasi budaya, yakni proses untuk mewariskan kebudayaan kepada generasi muda.
• Pengertian pendidikan jauh lebih luas dari pengertian pengajaran. Proses pendidikan bukan hanya sebagai pengalihan pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik (transfer of knowledge and skills) tetapi juga pengalihan nilai-nilai sosial dan budaya (transmission of social and culture values and norms). Untuk memperdalam pemahaman Anda tentang hal ini, cobalah buat tabel yang membedakan antara keduanya. Baca buku referensi, dan cari materi yang terkait dengan perbedaan pendidikan dan pengajaran.